Monday, July 11, 2005
Papaku, 7 Tahun yang Lalu
"Zan, kalau kamu ada masalah, apapun itu. Mintalah kepada Alloh, pasti Dia akan memberi, karena Dia Maha memberi."
Itulah kalimat terakhir yang terucap dari bibir papaku. Sebuah nasehat terakhir untukku yang masih dan akan selalu terdengar alunannya di telingaku hingga saat ini. Saat itu ba'da Ashar, saya masih terduduk di samping tempat tidurnya. Di kamar kelas III di salah satu rumah sakit Islam di Jakarta. Saya memegang tangannya dan ku remas sedikit. Papaku kini hanya bisa memandang layu. Penyakit yang dideritanya sekarang sudah menguasai seluruh tubuhnya.
Sudah setahun lebih papaku dijangkiti Tumor ganas di ginjalnya dan selama itu pula papaku dan kami sekeluarga berjuang untuk melepaskan diri dari penyakit itu. Tapi Allah punya rencana lain untuk papaku, sepertinya Alloh telah jatuh hati padanya dan ingin segera memanggil dan memeluknya.
Betapa tidak, papaku adalah guru yang telah menggembleng saya dan saudara-saudaraku yang lain untuk selalu menegakkan Islam yang kafah dengan cara yang indah. Dialah yang memberi contoh untuk selalu berdakwah tidak hanya selalu dengan lisan, namun juga dengan tindakan. Perilaku yang papaku perlihatkan kepada kami benar-benar mencerminkan Indahnya Islam.
Papaku tidak pernah marah yang terlalu berlebihan, dia kadang memarahi kami dengan diam. Malahan ketika dia diam itulah kami selalu langsung sadar akan kesalahan kami. Papaku tidak mau dari mulutnya keluar kata-kata yang tidak baik. Dia selalu sabar dan tidak mendendam apalagi membalas dendam. Pernah beberapa kali beliau di fitnah oleh salah satu tetangga di rumah kami dulu. Namun ia tidak pernah mau memusuhi orang yang menfitnahnya, bahkan ia malah menolong orang tersebut ketika ia memerlukan pertolongannya.
Dia pula yang mencontohkan kami agar selalu menjaga harta dari harta yang haram. Beliau sangat mencintai kami dengan menjauhi kami dari harta haram walau harus melepas jabatan yang ia miliki di tempat kerjanya. Papaku melayangkan permintaan pensiun dini dari salah satu instansi pemerintah hanya untuk melepaskan diri dari lingkungan yang menurutnya sudah jauh dari jalan halal. Padalah dengan posisinya dia bisa saja menikmati hasil yang diperoleh, tentu saja dengan cara yang tidak halal. Oleh karena itu papaku adalah orang satu-satunya yang tidak memiliki kendaraan dan rumah mewah dibanding teman-teman sekantornya yang semuanya menjuluki papaku "si Sok Suci". Papaku lebih memilih berdagang walau hasilnya lebih kecil tapi yang penting halal dan Allah ridho kepadanya.
Kini, papaku yang dahulu berbadan tegap terbaring lemah di tempat tidurnya. Tubuhnya tak lagi tegap, berpuluh-puluh kilogram telah lenyap dari tubuhnya. Sepertinya dia telah pasrah kepada Pemilik jiwa dan raganya. Doa kami pun telah berganti, dari "Sembuhkanlah papa ya Alloh," menjadi "berikanlah yang tebaik buat papa kami ya Alloh.. Apabila yang terbaik menurutMu beliau sembuh maka sembuhkanlah dia. Namun jika yang terbaik bagiMu adalah Engkau mengambilnya.. maka ambilah dia dan tempatkanlah papaku dalam tempat orang-orang yang Engkau kasihi."
Lantunan Syahadat kami dendangkan di telinga papa sambil aku belai rambutnya yang sudah banyak yang rontok. Beliau sepertinya mengikutinya dalam hati. Tak terasa air mata mengucur deras di pipiku, adik, abang, dan juga mamaku.
Sore itu, 7 tahun yang lalu, setelah Adzan Magrib berkumandang. Papaku menghadap Sang Kahlik. Teriring doa kami "Ya Alloh.. maafkanlah dosa-dosa papa, lapangkanlah kuburnya, jauhkan ia dari siksa kubur dan siksa api neraka. Tempatkanlah dia di tempat orang-orang yang Engkau kasihi... Amiin."
Ditulis Ozzan 9:21:00 AM ||